Use this space to put some text. Update this text in HTML

iklan

Jumat, 07 November 2014

Biografi Khofifah Indar Parawansa



KHOFIFAH INDAR PARAWANSA


Pada tanggal 19 Mei 1965, di Surabaya lahir Khofifah Indar Parawansa, dari pasangan  Almarhum H Achmad Ra’i dan Hj Rochmah. Ia merupakan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan pada Kabinet Persatuan Nasional. Pada 26 Oktober 2014, ia dipilih oleh Presiden Jokowi untuk menjadi Menteri Sosial, Kabinet Kerja periode 2014 - 2019. Jemurwonosari, Jemurngawinan, dan Wonokromo. Di tiga kampung di Surabaya itulah Khofifah Indar Parawansa menghabiskan masa kecil hingga remajanya. Meskipun kini telah menjadi tokoh, nasional ia masih sangat ingat pada masa lalunya yang penuh suka dan duka.
Ia menghabiskan masa kecilnya di SD Taquma (1972-1978). Masa kecilnya  sebenrnya tak ada yang istimewa. Sama dengan anak-anak lain. Hanya saja, Khofifah cilik itu ternyata perempuan pemberani. Bahkan, keberaniannya mengalahkan laki-laki seusainya saat itu. Kofifah kecil punya kebiasaan yang sebenarnya hanya bisa dilakukan laki-laki. Setiap pulang sekolah dia bersama teman-teman laki-laki terjun ke sungai di Jemur untuk mencari kerang air tawar. Keberanian yang tinggi itu terbawa pada kehudupannya hingga saat ini. Ia dikenal sebagai perempuan tangguh. Sering bicara ceplas ceplos apa adanya. Khofifah tak takut terhadap resiko yang akan dihadapinya atas pernyataan-pernyataan yang dilontarkannya. Namun Khofifah tak asal bicara. Ia sangat menguasai masalah. Menariknya, kedua orang tuanya, Almarhum H Achmad Ra’i dan Hj Rochmah  tak melarang Khofifah pergi bermain-main di sungai. Namun, kedua orang tuanya tetap memberikan batasan. Saat sore menjelang magrib, ia harus sudah berada di rumah untuk mengaji. Khofifah sejak kecil memang dididik dengan disipilin oleh kedua orang tuanya, terutama dalam bidang ilmu agama. Ketika berada di bangku kelas empat sekolah dasar, Khofifah sudah aktif berkumpul dengan para ibu-ibu Muslimat untuk membaca salawat dan tahlil. Lebih dari itu, meskipun masih saga muda, ia telah dipercaya sebagai bendahara kelompok pengajian. Diakuinya, saat berkumpul dengan ibu-ibu itula, ia mulai tahu cara mengatur keuangan. Diceritakannya, pada 1970-an ia telah gemar mengikuti berita melalui layar televise. Setiap malam ia ada bosannya menonton Dunia dalam Berita di TVRI pada pukul 21.00 WIB. Tuti Aditama pembaca berita yang menjadi favoritnya saat itu. Karena terlalu sering melihat berita, Khofifah pun sempat ingin menjadi pembawa acara seperti Tuti Aditama.
Ia menghabiskan masa SMP di  SMP Khodijah – Surabaya (1978-1981) dan masa SMA di SMA Khodijah – Surabaya (1981-1984). Sejak masih duduk di bangku sekolah, ia telah dikenal gemar berdiskusi dan berorganisasi. Kegemaran itulah yang akhirnya membawanya menjadi tokoh seperti sekarang ini. Saat masih duduk di kelas 1 SMA, Khofifah sudah terbiasa mengikuti diskusi dan seminar. Dari forum-forum ilmiyah itulah, Khofifah tumbuh menjadi pribadi yang matang. Bahkan, dari kegemaran berdiskusi itulah keinginan terjun ke dunia politik mulai tertanam sejak muda.
Usai tamat SMA, ia melanjutkan studinya dengan mengambil S1 Jurusan Ilmu Politik di Universitas Air-langga (Unair) (1984-1991), perguruan tinggi yang cukup terkenal yang terletak di Surabaya. Pada masa kuliah, Khofifah gemar ugal-ugalan. Kegemaran itu diakui Khofifah. Bahkan ia dikenal oleh tetangannya suka mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi. Namun setelah tahu kehidupan para pembalap, Khofifah justru mengurungkan niatnya. Duduk di bangku kuliah, jiwa aktivis Khofifah terus tumbuh berkembang. Ia kemudian bergabung dalam Himpunan Mahasiswa Program Studi (Himaprodi) dan ikut UKM (Unit Kegiatan Mahasiswa) Pecinta Alam di kampusnya, serta aktif di dunia dakwah kampus. Tak cukup di situ, ia juga banyak berkecimpung di organisasi ekstra kampus. Satu hal yang luar biasa diperoleh Khofifah, yaitu saat terpilih sebagai ketua PMII perempuan pertama di cabang Surabaya. Padahal, saat itu sangat jarang sekali ada ketua cabang organisasi ekstra yang perempuan Khofifah terbukti mampu memimpin organisasi yang mayoritas dihuni laki-laki itu. Saat aktif di PMII itulah, Khofifah rajin menghadiri diskusi kebangsaan yang diisi oleh almarhum KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Setelah itu, ia juga terpilih sebagai Ketua PW IPPNU Jatim. Bahkan, benar-benar bisa menjadi aktifis sejati. Selain berkecimpung di PMII dan IPPNU, ia juga terlibat aktif di Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI). Saat masih duduk di bangku kuliah, ia belajar sekaligus di tiga tempat. Pada pagi hari, ia belajar di FISIP Unair. Siang sampai sore hari ia kursus di Perhimpunan Persahabatan Indonesia Amerika (PPIA). Dan, malam harinya, ia kuliah S1 di jurusan dakwah di STID Surabaya (1984-1989). Dasar Ilmu dakwah yang ia miliki itulah yang kemundian mengantarkannya menjadi juru dakwah dan orator hebat. Didukung poisisnya sebagai Ketua Umum Muslimat NU, ia tampil dari panggung ke panggung di kota besar hingga daerah-daerah terpencil. Bahkan, kini ia diminta oleh salah satu stasiun TV swasta sebagai juri Pemilihan Dai Cilik (Pildacil).
Khofifah   memulai  karier  sebagai  Dosen di Sekolah  Tinggi  Ilmu  Tarbiyah  Taruna, Surabaya pada tahun 1989. Kemudian pada tahun 1990 ia Ketua Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar   Putri   Nahdlatul  Ulama  serta   pengajar  di  Sekolah   Tinggi   Ilmu   Dakwah  Surabaya. Kemudian ia juga sebagai Dosen di Universitas Wijaya Putra, Surabaya pada tahun  1991 hingga tahun 1992.
Pada tahun 1991, ia ditawari formulir pencalonan anggota legislatif untuk tingkat II, I, dan pusat. Meski awalnya sempat menolak formulir itu, di luar dugaan, dirinya malah masuk nomer jadi. Hingga akhirnya terpilih menjadi anggota DPR RI dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) periode 1992-1998. Ketua PPP Jatim Sulaiman Fadli, kala itu dinilai sangat berjasa mengangkat karir politiknya ke tingkat nasional, dan istri Sulaiman menjadi guru kepribadian Khofifah. Khofifah mengakui, bahwa walau sudah menjadi anggota DPR Pusat, dirinya kurang pandai ‘berdandan’. Namun, perubahan peta politik pasca lengsernya rezim Orde Baru membuatnya keluar dari PPP dan hijrah ke Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Pada pemilu 1997, ia mencetak sejarah sebagai anggota DPR RI paling muda. Ketika itu baru berumur 26 tahun. Sebagai politisi muda, kemampuan Khofifah sempat diragukan para politisi di Senayan. Namun Khofifah menjawab keraguan orang itu dengan prestasi yang membanggakan. Pada sidang istimewa MPR 1998, Khofifah menghentak jagat politi nasional. Dengan gaya bicaranya yang ceplas ceplos, ia berani tampil beda. Ia mencetak sejarah sebagai politisi pertama yang berani menyerang kepemimpinan Soeharto pada saat orde baru masih berkuasa. Kala itu, Khofifah tampil mewakili Fraksi PPP berpidato mengkritik Soeharto. Mulai dari soal sistem pemilu yang penuh manipulasi, hingga gaya kepemimpinan Soeharto yang diktator dan otoriter. Pidato monumental itu kian melambungkan nama Khofifah dalam jagat politik nasional. Namanya kian diperhitungkan orang. Namun, ia tak bertahan lama di PPP. Ketika tokoh-tokoh NU sepakat mendirikan Partai Kebangkitan Bansa (PKB), ia memilih partai baru itu sebagai jalan berjuangannya. Khofifah tak salah pilih. Pada pemilu 1999, PKB merangsek menjadi parpol besar dengan nama besar dan kharisma Gus Dur. Kerja kerasnya juga membuahkan hasil. Ia berhasil masuk parlemen dari daerah pemilihan Surabaya-Sidoarjo. Di parlemen, ia langsung masuk jajaran elit PKB. Gus Dur memberinya amanat sebagai Ketua Fraksi PKB MPR RI. Saat Gus Dur menjadi Presiden dengan didampingi Megawati sebagai wakil presiden. Khofifah sendiri diangkat oleh Gus Dur sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Kepala BKKBN.
Pada tanggal 28 Febuari 2000 Khofifah menjadi Ketua Delegasi Republik Indonesia dalam “Women 2000, Gender Equality, Development and Peace for the Conventi on on The Elliminati on of All Forms of Discriminati on Against Women” di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa, New York, Amerika Serikat. Dan juga pada tanggal 5-9 Juni 2000 Ia menjadi Ketua Delegasi Republik Indonesia dalam “Women 2000, Gender Equality, Development and Peace for the Twenty First Country”: Beijing,  Sidang Khusus ke-23 Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa, di New York, Amerika Serikat.
Pada tanggal 9-11 April 2001, Khofifah menjadi Ketua Delegasi Republik Indonesia pada pertemuan The Exchanges and Cooperati on in the Field of Family Planing Between China and Indonesia.Dan pada tanggal 14-16 Mei 2001, Ketua Delegasi Republik Indonesia pada Pertemuan Konsultasi Tingkat Menteri Asia-Pasifi k di Beijing, China.Serta Menjadi narasumber  pada Conference G ender Equity and Development in Indonesia yang diselenggarakan The Australian Nasional University, di Canberra, Australia pada 21-22 September 2001.
 Pada pemilu 2004, ia dipercaya Gus Dur menjadi Ketua Bapilu DPP PKB. Ia sendiri menjadi caleg PKB di daerah pemilihan Surabaya-Sidoarjo. Hasil pemilu menyatakan Khofifah kembali masuk parlemen.
 Sosok alumni Pascasarjana FISIP UI ini kembali menunjukkan kiprahnya ada awal 2013, nama mantan Kepala BKKBN periode 1999-2001 ini kembali muncul dalam kancah politik nasional Indonesia saat maju dalam pemilihan Gubernur Jawa Timur periode 2014-2019 tetapi gagal.    
Saat Pilpres 2014 lalu, Khofifah diminta langsung oleh Presiden Jokowi sebagai juru bicara. Alhasil, ketokohannya yang kuat di tengah perempuan NU turut mengantarkan kemenangan pasangan Jokowi-JK atas pasangan Prabowo-Hatta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar