KHOFIFAH
INDAR PARAWANSA
Pada tanggal 19 Mei 1965, di Surabaya lahir Khofifah Indar
Parawansa, dari pasangan Almarhum H
Achmad Ra’i dan Hj Rochmah. Ia merupakan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan pada Kabinet Persatuan Nasional. Pada 26 Oktober 2014, ia dipilih oleh Presiden Jokowi untuk menjadi Menteri Sosial,
Kabinet Kerja periode 2014 - 2019. Jemurwonosari, Jemurngawinan,
dan Wonokromo. Di tiga kampung di Surabaya itulah Khofifah Indar Parawansa
menghabiskan masa kecil hingga remajanya. Meskipun kini telah menjadi tokoh,
nasional ia masih sangat ingat pada masa lalunya yang penuh suka dan duka.
Ia menghabiskan masa kecilnya di SD Taquma (1972-1978). Masa
kecilnya sebenrnya tak ada yang
istimewa. Sama dengan anak-anak lain. Hanya saja, Khofifah cilik itu ternyata
perempuan pemberani. Bahkan, keberaniannya mengalahkan laki-laki seusainya saat
itu. Kofifah kecil punya kebiasaan yang sebenarnya hanya bisa dilakukan
laki-laki. Setiap pulang sekolah dia bersama teman-teman laki-laki terjun ke
sungai di Jemur untuk mencari kerang air tawar. Keberanian yang tinggi itu
terbawa pada kehudupannya hingga saat ini. Ia dikenal sebagai perempuan
tangguh. Sering bicara ceplas ceplos apa adanya. Khofifah tak takut terhadap
resiko yang akan dihadapinya atas pernyataan-pernyataan yang dilontarkannya.
Namun Khofifah tak asal bicara. Ia sangat menguasai masalah. Menariknya, kedua
orang tuanya, Almarhum H Achmad Ra’i dan Hj Rochmah tak melarang Khofifah
pergi bermain-main di sungai. Namun, kedua orang tuanya tetap memberikan
batasan. Saat sore menjelang magrib, ia harus sudah berada di rumah untuk
mengaji. Khofifah sejak kecil memang dididik dengan disipilin oleh kedua orang
tuanya, terutama dalam bidang ilmu agama. Ketika berada di bangku kelas empat
sekolah dasar, Khofifah sudah aktif berkumpul dengan para ibu-ibu Muslimat
untuk membaca salawat dan tahlil. Lebih dari itu, meskipun masih saga muda, ia
telah dipercaya sebagai bendahara kelompok pengajian. Diakuinya, saat berkumpul
dengan ibu-ibu itula, ia mulai tahu cara mengatur keuangan. Diceritakannya,
pada 1970-an ia telah gemar mengikuti berita melalui layar televise. Setiap
malam ia ada bosannya menonton Dunia dalam Berita di TVRI pada pukul 21.00 WIB.
Tuti Aditama pembaca berita yang menjadi favoritnya saat itu. Karena terlalu
sering melihat berita, Khofifah pun sempat ingin menjadi pembawa acara seperti
Tuti Aditama.
Ia menghabiskan masa SMP di SMP
Khodijah – Surabaya (1978-1981) dan masa SMA di SMA Khodijah – Surabaya
(1981-1984). Sejak masih duduk di bangku sekolah, ia telah dikenal gemar
berdiskusi dan berorganisasi. Kegemaran itulah yang akhirnya membawanya menjadi
tokoh seperti sekarang ini. Saat masih duduk di kelas 1 SMA, Khofifah sudah
terbiasa mengikuti diskusi dan seminar. Dari forum-forum ilmiyah itulah,
Khofifah tumbuh menjadi pribadi yang matang. Bahkan, dari kegemaran berdiskusi
itulah keinginan terjun ke dunia politik mulai tertanam sejak muda.
Usai tamat SMA, ia melanjutkan studinya dengan mengambil S1 Jurusan
Ilmu Politik di Universitas Air-langga (Unair) (1984-1991), perguruan tinggi
yang cukup terkenal yang terletak di Surabaya. Pada masa kuliah, Khofifah gemar
ugal-ugalan. Kegemaran itu diakui Khofifah. Bahkan ia dikenal oleh tetangannya
suka mengendarai sepeda motor dengan kecepatan tinggi. Namun setelah tahu
kehidupan para pembalap, Khofifah justru mengurungkan niatnya. Duduk di bangku
kuliah, jiwa aktivis Khofifah terus tumbuh berkembang. Ia kemudian bergabung
dalam Himpunan Mahasiswa Program Studi (Himaprodi) dan ikut UKM (Unit Kegiatan
Mahasiswa) Pecinta Alam di kampusnya, serta aktif di dunia dakwah kampus. Tak
cukup di situ, ia juga banyak berkecimpung di organisasi ekstra kampus. Satu
hal yang luar biasa diperoleh Khofifah, yaitu saat terpilih sebagai ketua PMII
perempuan pertama di cabang Surabaya. Padahal, saat itu sangat jarang sekali
ada ketua cabang organisasi ekstra yang perempuan Khofifah terbukti mampu
memimpin organisasi yang mayoritas dihuni laki-laki itu. Saat aktif di PMII
itulah, Khofifah rajin menghadiri diskusi kebangsaan yang diisi oleh almarhum
KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Setelah itu, ia juga terpilih sebagai Ketua PW
IPPNU Jatim. Bahkan, benar-benar bisa menjadi aktifis sejati. Selain
berkecimpung di PMII dan IPPNU, ia juga terlibat aktif di Komite Nasional
Pemuda Indonesia (KNPI). Saat masih duduk di bangku kuliah, ia belajar
sekaligus di tiga tempat. Pada pagi hari, ia belajar di FISIP Unair. Siang
sampai sore hari ia kursus di Perhimpunan Persahabatan Indonesia Amerika
(PPIA). Dan, malam harinya, ia kuliah S1 di jurusan dakwah di STID Surabaya
(1984-1989). Dasar Ilmu dakwah yang ia miliki itulah yang kemundian
mengantarkannya menjadi juru dakwah dan orator hebat. Didukung poisisnya
sebagai Ketua Umum Muslimat NU, ia tampil dari panggung ke panggung di kota
besar hingga daerah-daerah terpencil. Bahkan, kini ia diminta oleh salah satu
stasiun TV swasta sebagai juri Pemilihan Dai Cilik (Pildacil).
Khofifah memulai
karier sebagai Dosen di Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah
Taruna, Surabaya pada tahun 1989. Kemudian
pada tahun 1990 ia Ketua Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama
serta pengajar di Sekolah
Tinggi Ilmu Dakwah
Surabaya. Kemudian ia
juga sebagai Dosen di Universitas Wijaya Putra, Surabaya pada tahun 1991 hingga tahun 1992.
Pada tahun 1991, ia ditawari formulir pencalonan anggota legislatif
untuk tingkat II, I, dan pusat. Meski awalnya sempat menolak formulir itu, di
luar dugaan, dirinya malah masuk nomer jadi. Hingga akhirnya terpilih menjadi
anggota DPR RI dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP) periode 1992-1998. Ketua
PPP Jatim Sulaiman Fadli, kala itu dinilai sangat berjasa mengangkat karir
politiknya ke tingkat nasional, dan istri Sulaiman menjadi guru kepribadian
Khofifah. Khofifah mengakui, bahwa walau sudah menjadi anggota DPR Pusat,
dirinya kurang pandai ‘berdandan’. Namun, perubahan peta politik pasca
lengsernya rezim Orde Baru membuatnya keluar dari PPP dan hijrah ke Partai
Kebangkitan Bangsa (PKB).
Pada pemilu 1997, ia mencetak sejarah sebagai anggota DPR RI paling
muda. Ketika itu baru berumur 26 tahun. Sebagai politisi muda, kemampuan Khofifah
sempat diragukan para politisi di Senayan. Namun Khofifah menjawab keraguan
orang itu dengan prestasi yang membanggakan. Pada sidang istimewa MPR 1998,
Khofifah menghentak jagat politi nasional. Dengan gaya bicaranya yang ceplas
ceplos, ia berani tampil beda. Ia mencetak sejarah sebagai politisi pertama
yang berani menyerang kepemimpinan Soeharto pada saat orde baru masih berkuasa.
Kala itu, Khofifah tampil mewakili Fraksi PPP berpidato mengkritik Soeharto.
Mulai dari soal sistem pemilu yang penuh manipulasi, hingga gaya kepemimpinan
Soeharto yang diktator dan otoriter. Pidato monumental itu kian melambungkan
nama Khofifah dalam jagat politik nasional. Namanya kian diperhitungkan orang.
Namun, ia tak bertahan lama di PPP. Ketika tokoh-tokoh NU sepakat mendirikan
Partai Kebangkitan Bansa (PKB), ia memilih partai baru itu sebagai jalan
berjuangannya. Khofifah tak salah pilih. Pada pemilu 1999, PKB merangsek
menjadi parpol besar dengan nama besar dan kharisma Gus Dur. Kerja kerasnya
juga membuahkan hasil. Ia berhasil masuk parlemen dari daerah pemilihan
Surabaya-Sidoarjo. Di parlemen, ia langsung masuk jajaran elit PKB. Gus Dur
memberinya amanat sebagai Ketua Fraksi PKB MPR RI. Saat Gus Dur menjadi Presiden
dengan didampingi Megawati sebagai wakil presiden. Khofifah sendiri diangkat
oleh Gus Dur sebagai Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Kepala BKKBN.
Pada tanggal 28 Febuari 2000 Khofifah menjadi Ketua Delegasi
Republik Indonesia dalam “Women 2000, Gender Equality, Development and Peace
for the Conventi on on The Elliminati on of All Forms of Discriminati on
Against Women” di Markas Besar Perserikatan Bangsa-Bangsa, New York, Amerika
Serikat. Dan juga pada tanggal 5-9 Juni 2000 Ia menjadi Ketua Delegasi Republik
Indonesia dalam “Women 2000, Gender Equality, Development and Peace for the Twenty
First Country”: Beijing, Sidang Khusus
ke-23 Majelis Umum Perserikatan Bangsa- Bangsa, di New York, Amerika Serikat.
Pada tanggal 9-11 April 2001, Khofifah menjadi Ketua Delegasi
Republik Indonesia pada pertemuan The Exchanges and Cooperati on in the Field
of Family Planing Between China and Indonesia.Dan pada tanggal 14-16 Mei 2001,
Ketua Delegasi Republik Indonesia pada Pertemuan Konsultasi Tingkat Menteri
Asia-Pasifi k di Beijing, China.Serta Menjadi narasumber pada Conference G ender Equity and Development
in Indonesia yang diselenggarakan The Australian Nasional University, di
Canberra, Australia pada 21-22 September 2001.
Pada pemilu 2004, ia
dipercaya Gus Dur menjadi Ketua Bapilu DPP PKB. Ia sendiri menjadi caleg PKB di
daerah pemilihan Surabaya-Sidoarjo. Hasil pemilu menyatakan Khofifah kembali
masuk parlemen.
Sosok alumni Pascasarjana
FISIP UI ini kembali menunjukkan kiprahnya ada awal 2013, nama mantan Kepala
BKKBN periode 1999-2001 ini kembali muncul dalam kancah politik nasional
Indonesia saat maju dalam pemilihan Gubernur Jawa Timur periode 2014-2019
tetapi gagal.
Saat Pilpres 2014 lalu, Khofifah diminta langsung oleh Presiden
Jokowi sebagai juru bicara. Alhasil, ketokohannya yang kuat di tengah perempuan
NU turut mengantarkan kemenangan pasangan Jokowi-JK atas pasangan
Prabowo-Hatta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar